
Jampidsus Kejagung Andhi Nirwanto, katakan kejaksaan mulai bidik korporasi di 2013. Foto: Sgp
Sejak UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disahkan Presiden 16 Agustus 1999, sangat sedikit korporasi yang dijadikan subjek tindak pidana korupsi. Institusi penegak hukum lebih fokus menjerat perorangan, baik pejabat maupun swasta sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
Satu perkara yang menjerat korporasi adalah dugaan korupsi PT Giri Jaladhi Wana dalam proyek pembangunan Pasar Sentra Antasari yang disidik Kejaksaan Negeri Banjarmasin. Dalam putusan yang telah berkekuatan tetap, PT Giri dihukum membayar Rp1,3 miliar dan hukuman tambahan penutupan sementara selama 6 bulan.
Padahal, Pasal 20 UU No. 31 Tahun 1999 mengatur mengenai pengenaan tindak pidana korupsi terhadap korporasi. Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1), jika tindak pidana korupsi dilakukan atas nama korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
Kemudian, dalam ketentuan Pasal 20 ayat (7), pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimal pidana ditambah sepertiga. Berdasarkan ketentuan ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Andhi Nirwanto melihatnya sebagai resolusi di tahun 2013.
“Ke depan, kami justru akan melangkah kepada pelakunya adalah korporasi. Ketika terjadi kasus korupsi yang merugikan keuangan negara, sementara pelakunya tidak menikmati dan disinyalir menikmati adalah korporasinya, maka korporasi akan kami jerat juga dengan tindak pidana korupsi,” katanya, Jumat (28/12).
Andhi merasa penerapan pidana korupsi bagi korporasi lebih efektif dalam pengembalian keuangan negara. Hal itu sejalan dengan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention against Corruption (UNCAC) 2003 yang lebih menekankan pengembalian keuangan negara, ketimbang pemenjaraan.
Selain itu, UNCAC lebih menekankan upaya preventif. Menurut Andhi, sebagai anggota PBB dan sebagai negara yang sudah meratifikasi UNCAC, mau tidak mau, suka tidak suka, baik dari tataran legislasi, perundang-undangan, penanganan tindak pidana korupsi harus mengacu pada UNCAC tersebut.
Namun, ia belum memastikan apakah Kejagung akan mulai menerapkan Pasal 20 UU Tipikor dalam kasus penyalahgunaan frekuensi 2,1 Ghz/3G PT Indosat Tbk oleh PT Indosat Mega Media (IM2) di 2013. Dalam kasus itu, para tersangka diduga tidak menikmati keuntungan dari tindak pidana korupsi yang dilakukan.
Mantan Presiden Direktur IM2 Indar Atmanto dan mantan Direktur Indosat Johnny Swandi Sjam diduga melakukan kerja sama penyelenggaraan 3G Indosat atas nama perusahaan. Tindak pidana korupsi yang mereka lakukan diduga menguntungkan korporasi dan sesuai penghitungan BPKP merugikan negara sekitar Rp1,3 triliun.
Atas rencana menjadikan korporasi sebagai subyek tindak pidana korupsi di tahun 2013, Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho meminta Kejaksaan tidak hanya berwacana dan membuktikan komitmennya. Menurutnya, ada tiga faktor yang menyebabkan Kejaksaan enggan menerapkan Pasal 20 UU Tipikor.
Pertama, masalah kemauan institusi penegak hukum, termasuk Kejaksaan dalam melakukan terobosan hukum. Kedua, masalah pembuktian tindak pidana korupsi oleh korporasi yang dianggap cukup sulit. Ketiga, masalah ketersediaan penyidik berkualitas untuk menangani tindak pidana korupsi yang menjerat korporasi.
Emerson menjelaskan, selain dapat dipidana membayar denda, korporasi juga dapat dikenakan pidana tambahan berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi, pencabutan izin usaha, pembubaran atau pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi untuk negara dan pengambilalihan korporasi oleh negara.
Melapisi dengan TPPU
Selain menjadikan penerapan Pasal 20 UU Tipikor sebagai resolusi tahun 2013, Kejagung juga akan memaksimalkan penerapan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Andhi menuturkan, Kejagung akan berupaya menggabungkan tindak pidana korupsi dengan TPPU.
“Penggabungan korupsi dengan tindak pidana pencucian uang menjadi arah kami ke depan. Sepanjang telah ditemukan alat bukti mengenai terjadinya pencucian uang, nanti akan kami lapisi dakwaan dengan tindak pidana pencucian uang, sehingga menjadi kumulatif. Pertama dengan korupsi, kedua dengan pencucian uang,” jelasnya.
Selama ini, Andhi mengaku Kejaksaan sudah mulai melapisi dakwaan korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. Seperti halnya dakwaan Dhana Widyatmika yang ternyata diterima pembuktiannya di pengadilan. Kejaksaan hanya dapat menerapkan TPPU, apabila tindak pidana asalnya adalah korupsi.
Jaksa Agung Basrief Arief menambahkan, minimnya kasus korupsi yang dilapisi dengan pencucian uang karena Kejaksaan baru mempunyai kewenangan menyidik TPPU berdasarkan UU No.8 Tahun 2010. “Beberapa penyelidikan rencanyana akan diterapkan pencucian uang. Yang pasti kami harus temukan predicat crime korupsinya,” tandasnya.
sumber : www.hukumonline.com